25 Mei 2009

Kelirunya Terjemahan Sebuah Hadits Cinta

Awas! Kita bisa salah-paham bila menyimak hadits yang terjemahannya keliru atau kurang tepat. Contohnya, dalam sebuah komentar seorang pembaca yang menyebut dirinya realstupid:

Ibnu Majah meriwaytkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Artinya : Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan”.

Di komentar itu, “hadits” tersebut tampaknya digunakan sebagai dalil untuk menunjukkan bahwa cinta di luar nikah merupakan penyakit Al-‘Isyqu. (Sebenarnya, menurut Kamus Ash-Shihah, makna al-‘isyqu adalah “cinta yang berlebihan”. Kami tidak tahu dari mana sang komentator memaknainya sebagai “cinta di luar nikah”.)

Kami belum pernah menjumpai hadits yang maknanya seperti yang ditunjukkan dalam terjemahan itu. Karena teks Arabnya tidak disertakan, kami tidak bisa secara langsung memeriksa tepat-kelirunya terjemahan tersebut.

Kami mencoba mencari hadits riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas yang “mirip” dengan itu. Dalam Sunan Ibnu Majah, kitab an-Nikaah, bab: Maa Jaa-a fii fadhlin Nikaah, kami jumpai:

1847 – حدثنا محمد بن يحيى. حدثنا سعيد بن سليمان. حدثنا محمد بن مسلم. حدثنا إبراهيم ابن ميسرة، عن طاوس، عن ابن عباس؛ قال:

- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:

((لم نر ((ير)) للمتحابين مثل النكاح)).

Lam yura baynal mutahaabbayni mitslun nikaah

Kalau memang hadits itulah yang dimaksudkan oleh si realstupid, maka kita perlu membandingkan terjemahannya dengan terjemahan dari Drs. As’ad Yasin: “Tidak terlihat di antara dua orang yang saling mencintai (sesuatu yang sangat menyenangkan) seperti perkawinan.” (Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, Jilid 5 (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) hlm. 72)

Terjemahan ini tampak berbeda dengan terjemahan tadi. Manakah yang terjemahannya lebih tepat? Dalam pandangan kami, terjemahan yang lebih tepat adalah yang lebih sesuai dengan asbabul-wurud (sebab munculnya)-nya hadits tersebut.

Asbabul-wurud hadits tersebut bisa kita jumpai dalam Silsilatul Ahaditsish Shahihah, nomor 624. Kisahnya:

Dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi saw., lalu dia berkata, “Kami memelihara seorang anak perempuan yatim, ia dilamar oleh seorang laki-laki yang miskin dan seorang laki-laki yang kaya, sedangkan anak itu suka kepada yang miskin tetapi kami suka kepada yang kaya.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Tidak terlihat di antara dua orang yang saling mencintai (sesuatu yang sangat menyenangkan) seperti perkawinan.

Dengan demikian, terjemahan Drs. As’ad Yasin lah yang lebih tepat, sedangkan terjemahan yang dibawakan oleh realstupid kurang tepat (atau bahkan keliru). Terlihat dalam asbabul wurud tersebut bahwa Nabi saw. telah menyaksikan, ada dua orang pria-wanita yang sudah saling mencintai sebelum menikah. Mengapa realstupid malah mengatakan bahwa Nabi saw. “tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan”? Tidakkah terjemahannya itu mengada-ada?

Dari asbabul wurud itu pula, bisa kita tarik pelajaran bahwa untuk pasangan yang hendak dinikahkan, kriteria cinta pra-nikah itu perlu lebih diprioritaskan daripada kriteria kekayaan. Di situ kita TIDAK melihat adanya petunjuk atau isyarat bahwa cinta pra-nikah itu identik dengan penyakit al-‘Isyqu (cinta yang berlebihan).

CATATAN: Cinta pra-nikah bisa berlebihan, bisa pula tidak berlebihan. Ketika cinta itu berlebihan, maka Terapi Penyakit Al-‘Isyq ala Ibnu Qayyim yang ditunjukkan oleh sang komentator itu pun kami dukung sepenuhnya. Bahkan, kami sangat merekomendasikannya dalam rangka islamisasi pacaran, tetapi dengan catatan bahwa terjemahan hadits yang kurang tepat itu harus dikoreksi lebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar