25 Mei 2009

Ayyub as.; Kekuatan Do’a yang Menyembuhkan

Kita pasti sudah sangat sering mendengar kisah ini. Nabi Ayyub as. merupakan seorang nabi yang sangat tabah dan sabar. Sakitnya yang parah tidak menyurutkan keimanannya, bahkan ia menjadi semakin beriman terhadap Tuhannya. Namun, dikisahkan dalam al-Quran bahwa Nabi Ayyub as. memohon kesembuhan dari sakitnya. Firman Allah,

“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al-Anbiyaa’, 21: 83-84)

Sesungguhnya, permohonan Nabi Ayyub as. kepada Allah swt. bukanlah sebuah gambaran bahwa ia merupakan orang yang gagal bertawakkal. Ia pun bukan orang yang tidak tabah terhadap penyakitnya. Namun, ia memohon kesembuhan dari sakitnya untuk menyempurnakan kualitas ibadahnya, yang selama beliau as. sakit tidak sempurna karena segala keterbatasan dalam dirinya. Maka, Allah swt. mengabulkan do’anya dan menyembuhkan sakitnya, bahkan Allah swt. memberikan rahmat yang berlipat ganda pada beliau as. sebagai hadiah atas lulusnya Nabi Ayyub as. dari ujian yang diberikan oleh Allah swt..

Hal ini dikarenakan seorang mu’min yang kuat dapat lebih sempurna dalam beribadah kepada Allah swt. dibandingkan seorang mu’min yang lemah. Mu’min yang kuat dapat dengan rutin melaksanakan shalat berjama’ah di masjid, shiyaam sunnah, berhajji, bahkan jihad qital fii Sabiilillah. Cobalah bandingkan dengan seorang mu’min yang lemah dan sering sakit-sakitan. Jangankan untuk pergi ke medan jihad, untuk shalat dengan berdiri saja mungkin kesulitan. Maka, tidak layak bagi seorang mu’min untuk tidak memperhatikan hak tubuhnya, karena tubuh kita pun memiliki hak untuk diberi gizi dan nutrisi. Ingatlah lima perkara sebelum lima perkara, dan salah satunya adalah kesehatan sebelum datangnya sakit.

Begitu banyak orang yang dilalaikan dari kenikmatan kesehatan ini. Rasulullah saw. bersabda, “Dua nikmat yang banyak orang tertipu oleh keduanya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari). Nikmat Allah swt. haruslah kita syukuri, dan cara terbaik untuk mensyukuri nikmatNya adalah dengan menjaganya sekaligus mengoptimalkan potensi yang ada pada kenikmatan tersebut. Karena tubuh kita memiliki hak yang harus kita penuhi. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak yang harus engkau penuhi.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Nasa’i). Seorang mu’min yang lalai dalam memberikan perhatian kepada fisiknya berarti telah merusak dirinya sendiri. Kebiasaan begadang, merokok, minum kopi atau teh secara berlebihan, menyantap makanan instan yang tidak bergizi (tidak thayyiban) serta melupakan olahraga merupakan akhlaq yang tercela karena dapat merusak tubuh. Padahal, Allah swt. melarang kita untuk menyakiti diri kita sendiri.

Dengan demikian, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk melupakan hak tubuh kita. Kita tidak boleh mendzhalimi diri kita sendiri. Saat kita aktif dalam berbagai kegiatan dan aktivitas yang memberikan manfaat untuk orang lain (berda’wah), tidak bisa dijadikan alasan bahwa kita dapat melupakan diri kita sendiri. Ingatlah bahwa tubuhmu pun memiliki hak yang sama untuk kau jaga. Olahraga yang teratur dengan dibarengi mengonsumsi makanan yang bergizi akan sangat membantu tubuh menjaga keseimbangan dan kesehatan. Bukan seorang mu’min yang sempurna kalau ia masih lalai dalam menjaga kesehatan fisiknya, karena, sekali lagi, bahwa tidak sempurna ibadah kita tanpa fisik yang sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar