26 April 2009

Persiapan Resepsi Pernikahan

Sebenarnya tertarik juga menulis tentang pernikahan (esensi, nilai-nilainya ataupun idealisme penyatuan dua individu) dari sudut pandang bujangan. Tapi karena saya menyadari ilmu yang saya miliki masih cetek (baca: kurang mumpuni) dan banyak pula rekan KoKiers yang jauh lebih senior daripada saya soal yang satu ini, saya putuskan hanya menulis mengenai persiapan resepsi pernikahan yang sedang saya lakukan.

Persiapan resepsi pernikahan menjadi suatu hal yang saya tunggu, sejujurnya ini pertama kali saya ikut membantu mengurus resepsi pernikahan. Nah, jadilah saya tidak ada gambaran sama sekali mengenai persiapan ini. Saya menggunakan kalimat “membantu mengurus..” karena sesungguhnya calon istri lah yang paling berperan untuk hal ini. Saya banyak bicara di konsep atau saran terhadap suatu item dari persiapan tersebut atau ikut mengantar untuk membeli atau memesan suatu barang. Minggu-minggu ini menjadi minggu yang sibuk buat saya, maklum, jika tidak ada aral melintang di bulan Agustus saya akan menikah

(mohon do’anya rekan2 yah…).

Setelah melakukan prosesi lamaran di bulan April, kami (saya dan pasangan) mulai membuat daftar prioritas mana yang harus didahulukan untuk diurus.

Gedung dan Katering

Setelah memutuskan akan menggunakan gedung sebagai tempat resepsi (dalam keluarga, saya yang pertama menggunakan gedung untuk resepsi, maklum saya dari village (baca: kampung… hihihi), mulailah kami menyusuri alam maya (browsing internet) dan alam telepon untuk mencari referensi. Harus saya akui, pasangan sangat aktif untuk hal ini, sedangkan saya seringnya browsing, terus akan bilang ke pasangan “beb, kayanya disini bagus, coba liat deh”, setelah itu, tetap dia yang akan telepon untuk mecari detail-nya, hehehe..

Setelah cek sana-sini, akhirnya pilihan jatuh ke gedung MH di MT Haryono (pakai inisial saja yah, seperti bahasa koran gitu..) dan calon istri langsung book ke pengelola gedung. Sempat ada masalah karena ternyata ada double book (sudah ada yang pesan juga). Untungnya calon istri melakukan booking ke pimpinan pengelola. Jadi, booking yang melalui staffnya digeser ke malam hari (untuk yang sudah di geser maaf yah, salahkan pengelola aja, hehehe…).

Untuk catering tidak ada masalah sama sekali, soalnya keluarga calon istri sudah langganan, dan makanannya terbukti enak, catering ini juga bertindak seperti EO-nya, jadi sudah all-in begitu deh. Saya bisa informasikan nama catering ini untuk referensi, tapi saya akan koordinasi dulu ke pihak catering, saya akan dapat komisi berapa. (teteeppp…usaha sampingan Pak, hehehe..)

Undangan

Untuk undangan, sempat ada diskusi khusus mengenai design dan tampilan. Kita menginginkan undangan yang simple tapi tidak norak. Maksudnya harganya terjangkau tapi tetap terlihat keren. Dulu saya pernah kerja di design percetakan, jadi masih ada sisa-sisa ilmu yang bisa digunakan. Jadilah saya men-design undangan, kemudian saya kirim ke calon istri untuk dinilai, istri juga mengirimkan beberapa motif untuk di-insert ke dalam design saya. Setelah jadi, saya kirimkan ke calon istri untuk di-print, kemudian dibawa ke percetakan. Dengan bangganya saya akan bilang ke percetakan “Mas, saya sudah ada design-nya sudah ada, sampeyan tinggal ikuti saja yah..”.

Hari Sabtu kami pergi ke daerah Pasar Tebet, dan melihat banyak sekali contohnya. Setelah dipikir-pikir dan dibandingkan, design undangan saya kok norak sekali yah? Boro-boro mau di bandingkan, ditunjukkan saja rasanya malu. Saya dan calon istri cuma menahan tawa dan berpikir “yee..ngapain susah-susah, lha wong contoh yang bisa ditiru ternyata banyak dan bagus-bagus”. Pilihan design dan jenis kertas sudah dapat, tinggal menunggu hasilnya.

Cincin kawin dan Seserahan

Harus saya akui, budget untuk pernikahan ini sebenarnya terbatas, makanya saya dan calon istri benar-benar harus selektif untuk memilih barang yang akan dibeli. Kami sering mengandaikan diri kami sebagai pasangan dengan selera tinggi tapi budget cekak, hehehe… Menyangkut cincin kawin, kami merasa kesulitan, karena harga emas bisa dibilang fix, dan tidak akan berbeda jauh di antara toko-toko emas yang ada. Saya pribadi ingin memberikan yang terbaik buat calon istri, misalnya memberikan cincin dengan mata berlian (untuk yang satu ini, calon istri sangat mengerti dan tidak pernah menuntut macam-macam). Tapi buat saya ini tantangan tersendiri untuk menyenangkan istri.

Singkat kata, kami berangkat ke Cikini untuk ‘berburu’ emas. Pilihan pertama jatuh ke toko emas langganan ibu dari calon istri (hebat yah, langganannya toko emas, saya cuma bisa langganan koran hehehe..). Di toko ini, kami tidak menemukan cincin yang kami inginkan, selain harganya yang sulit ditawar, cincin ready stock tidak ada, jadi harus pesan dan ada ongkos pembuatannya. Melihat kami yang kecewa, tampaknya si empunya toko tidak tega dan memberikan referensi toko lain, sambil memberikan kartu nama, letak tokonya agak ke kebelakang. Usut punya usut pemilik tokonya ternyata masih keluarga juga (yee…).

Di toko ini, memang lebih banyak pilihan dan mereka punya banyak cincin yang ready stock. Dan ini yang paling membahagiakan saya : ada paket cincin kawin murah, dengan hiasan berlian. Wah…ini bagus sekali, walaupun mata berlian-nya tidak lebih besar dari se-perlima telur cicak, tapi sudah lebih dari cukup. Dengan sedikit tawar-menawar dan diakhiri dengan ancaman walk out dari area ‘pertawaran’, transaksi berhasil. Saya puas, calon istri puas, pemilik toko menghela napas. Hhhhhhffff…….

Bicara seserahan, hampir sama seperti catering, sangat lancar karena ini cuma permasalahan barang-barang yang diinginkan calon istri untuk dikenakan. Saya sendiri hanya memberikan batasan budget, dia yang akan cari sendiri. Biasanya pakai uang dia dulu, kemudian akan saya ganti. Seserahan sangat umum, pakaian, peralatan shalat, sandal, make up, baju tidur dan sprei. Untuk underwear, calon istri menolak untuk dijadikan bagian dari seserahan, karena untuk seserahan harus dikemas menggunakan semacam wadah seperti tempat parcel, dan dia merasa risih kalau underwear untuk dia harus menjadi konsumsi pandangan umum. Well, tidak ada masalah untuk ini. Seserahan beressss..

Hari Pernikahan (Akad Nikah)

Dari semua aspek dari persiapan pernikahan, mungkin ini yang menjadi kekhawatiran terbesar saya. Keluarga saya, dalam hal ini ayah, bisa dibilang masih memegang hitung-hitungan hari, mana hari baik untuk menikah, dan hari yang kurang baik. Ayah saya tidak akan ikut campur mengenai adat resepsi, gedung yang digunakan, pakaian yang dipilih, makanan ataupun acaranya. Tapi untuk akad nikah dan waktu pelaksanaannya, dia akan menjadi penuh perhitungan. Saya pribadi tidak begitu mempercayai hal-hal semacam ini, menurut saya semua hari baik, walaupun ada hari-hari yang diutamakan (untuk muslim, hari jumat misalnya).

Saya berpendapat begini, tidak salah suatu pernikahan diadakan di suatu hari yang dianggap baik, tapi seandainya pernikahan tidak berjalan dengan baik, bukan hari yang harus menjadi menjadi kambing hitam. Tapi saya berusaha mengerti ayah saya, dan menghormati pendapatnya untuk hal ini. Hal ini semata-mata karena respek saya yang tinggi kepada beliau. Saya sangat beruntung setelah mengetahui bahwa keluarga calon istri tidak terlalu fanatik mengenai penentuan hari baik ini. Jadi saya anggap untuk hal ini akan berjalan lancar. Tapi di setiap satu kemudahan, sudah mengintai kesulitan yang lain.

Hari Minggu disepakati oleh kedua keluarga untuk melakukan akad nikah, kemudian dilanjutkan resepsi pada siang harinya. Masalah mulai muncul mengenai prosesi akad nikah dan waktu yang tersedia jika diadakan pada hari yang sama. Mengingat resepsi dimulai pukul 11 siang, ada kekhawatiran akad nikah tidak berjalan sesuai alokasi waktu, belum lagi repotnya mencari tempat menyimpan seserahan, menampung tamu dan lain-lain .

Akhirnya dari keluarga calon istri meminta hari untuk akad diubah, menjadi hari jumat. Saya sangat lega setelah mengetahui bahwa ayah saya tidak ada masalah untuk pindah ke hari Jumat, malah lebih bagus menurut beliau. Tapi (wahh..belum selesai kemudahannya nih), ayah saya ingin akad diadakan jam 3 sore. Pertimbangan rasionalnya kalau hari Jumat pagi ada kekhawatiran waktu tidak cukup – akad nikah dijadwalkan jam 9 pagi – karena mendekati pukul 12 sudah masuk waktu shalat Jumat. Sedangkan kemungkinan terlambat karena macet tetap ada.

Oya, untuk pernikahan menggunakan adat, jadi mungkin harus ada alokasi waktu tertentu (pertimbangan yang menurut saya kurang rasional sengaja saya tidak sebutkan di sini, karena khawatir ada salah paham). Hmm…saya harus menyampaikan ini lagi ke keluarga calon istri. Seperti yang saya duga, keluarga calon istri keberatan, karena untuk akad biasanya pagi hari. Lagi-lagi saya harus menyampaikan hal ini ke ayah saya dengan kekhawatiran yang lebih besar, takut ayah emosi, karena permintaannya tidak ada yang terkabul. Saya ‘tertipu’ lagi, ayah saya dengan santainya bilang “ya sudah, ngga apa-apa, cuma mesti lebih kita pikirin teknisnya biar tidak terlambat”. Dad, you are the best. You don’t push your will just to prevent your son and his future wife for doing un-necessary fight.

Sekarang bukan sama sekali tidak ada kesulitan, tapi setidaknya saya dan calon istri sudah melewati beberapa hal dalam pengurusan pernikahan yang berpotensi menggoyahkan kami dan keluarga kami. Kalau ada kesulitan lagi, kami akan lewati lagi. Semua pasti ada jalan keluarnya.

Yang sabar ya Beb…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar